Khutbah Idul Fitri 1446 H : “MERETAS JALAN KEBERSAMAAN MENGGAPAI NILAI KETAKWAAN”

Bruno deui

Oleh : Teguh Mulyadi (Wakil Ketua PWPM Jawa Barat / Wakil Mudir ABS Bandung)

Muqaddimah : (diawali dengan Hamdalah dan Sholawat). Ungkapan Syukur atas nikmat yang didapat.

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Walillah Hilhamd

Hadirin Jamaah Sholat ‘Idul Fitri Rahimakumullah,

Pagi ini kita berkumpul di tempat yang penuh berkah, menyambut datangnya bulan Syawal, setelah kita melepas kepergian bulan Ramadhan. Bulan mulia, bulan kebaikan, bulan yang penuh berkah, bulan taubat dan bulan berbagai macam ketaatan itu telah pergi meninggalkan kita.

Setelah berpisah dengan bulan taubat marilah kita tetap bertaubat. Setelah berpisah dengan bulan ketaatan marilah kita istiqomah untuk tetap taat. Setelah berpisah dengan bulan Al-Qur’an marilah kita tetap intens membaca dan mengkaji Al-Qur’an. Setelah berpisah dengan bulan Tarawih marilah kita tetap melaksanakan Qiyamul Lail. Setelah kita berpisah dengan bulan puasa, marilah kita tetap melaksanakan berbagai puasa-puasa sunnah.

Gempita takbir seakan menciptakan atmosphere lain dalam kehidupan kita. Gema takbir seolah mampu menembus ruang dan waktu sehingga batas fisik menjadi semu. Di setiap pojok dan penjuru bumi Allah, gempita ini terasa begitu syahdu. Takbir mampu menyentak kesadaran spiritual kita bahwa Allah Maha Hadir di setiap relung sanubari manusia. Seluruh umat Islam menyatakan pengakuan hakikinya bahwa Allah-lah Yang Maha Besar! Kumandang ini merupakan pengakuan kemahalemahan kita, kemahatakberdayaan kita, dan kepapaan kita di hadapan kemahaagungan Allah Swt.

Gema takbir yang kita lantunkan hendaknya menjadi penyegar jiwa-jiwa yang rindu akan Rabb-nya dan menjadi pembersih kotoran-kotoran dosa yang biasa menghiasi nalar dan batin kita selama ini. Takbir hendaknya mampu meneteskan embun kedamaian dalam gersang batin kita saat ini. Saatnyalah, kita bersihkan semua bentuk nalar dan batin yang sudah sekian lama dilumuri dosa-dosa dan salah. Dengan takbir kita bebaskan diri kita dari berhala-hala duniawiah dan nafsu-nafsu hewaniah.

Hadirin jamaah ied rahimakumullah ….

Takbir adalah bentuk pengakuan yang deklaratif atau kemenangan kita setelah berperang dengan diri kita sendiri. Selama berpuasa sebulan penuh, kita diajari untuk memberangus semua simpul keserakahan, keculasan, dan kezaliman. Kemenangan ini merupakan prestasi gemilang yang diraih oleh hamba-hamba Allah yang bertakwa. Takbir merupakan pengejawantahan rasa syukur atas nikmat Allah yang tak terhingga bahwa Dia Yang Maha Rahman telah menciptakan bulan penuh kemuliaan, yakni bulan Ramadhan. Dia Yang Maha Rahim, menabur maghfirah dan menebar rahmat-Nya dalam bulan suci. Apa jadinya andai dalam kehidupan kita, Allah tidak menciptakan satu bulan yang diperuntukkan bagi kita untuk menggembleng dan mengasah diri? Inilah kasih sayang Allah yang tak terhingga bagi kita semua.

Karena itu, mengagungkan Allah setelah lepas berpuasa sangat dianjurkan sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Baqarah: 185,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan Ramadhan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”

Tidak hanya takbir saja yang kita lantunkan, namun tasbih dan tahmid juga kita panjatkan. Menyucikan asma-Nya dan memuji keagungan-Nya. Takbir, tasbih, dan tahmid menjadi sebuah ekspresi pengakuan diri atas rontoknya keangkuhan individualisme dan egoisme personal.

Kita bersimpuh di hadapan-Nya, Rabb yang Maha Pemaaf, Rabb yang Maha Penerima Tobat para pendosa! Dalam hal ini Allah berfirman:

فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَاسۡتَغۡفِرۡهُ​ ؕ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat.”  (An-Nashr: 3)

 Pada hari yang berbahagia ini kita sama-sama merayakan sebuah kemenangan yang sebenarnya. Sebuah kemenangan yang mampu menggiring kita kembali kepada fitrah kita. Pemaknaan idul fitri bukan hanya dipandang sebagai kembali kepada kebiasaan kita yang tak berpuasa. Namun, esensi idul fitri lebih ditekankan kepada kemampuan kita untuk menggapai fitrah sebagai manusia, yakni fitrah ilahiah. Fitrah ketuhanan yang sudah terpatri semenjak kita di alam azali; fitrah ketauhidan yang disemayamkan pada semua ruh manusia jauh sebelum kita terlahirkan ke muka bumi ini; fitrah manusia menjadi manusia kembali. Allah Swt berfirman:

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَاۛ اَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ

“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS Al-A`raf: 172)

Alangkah indahnya andaikata semua manusia menyadari bahwa yang membuat tubuh umat Islam menyatu adalah kekuatan iman kita kepada Allah Swt. Hanya dengan keimanan dan ketundukan kita kepada-Nya, maka jalinan sosial antarumat Islam akan semakin kokoh. Jika dulu di alam azali kita sama-sama berikrar bahwa Allah adalah Tuhan kita.

Lalu, mengapa sekarang kita menjadi tersekat-sekat oleh kemunculan tuhan-tuhan baru dalam kehidupan kita? Harta, tahta, posisi sosial, dan segunung atribut dunia menjadi tuhan-tuhan baru dalam koridor kehidupan kita.

Secara sadar kita mencampakkan dan membuang Allah Yang Maha Agung dalam ruang pengap kepribadian kita. Kemudian kita dengan nalar dan nafsu turut membangun dunia-dunia kecil dalam tata bangunan hedonisme, individualisme, dan egoisme yang mencabut manusia dari bangunan umat yang tunduk pada Tuhan yang sebenarnya. Secara fitrah pula kita diajak oleh Allah Swt untuk menyatakan:

اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۚ

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menpersekutukan Tuhan.”  (Al-An`am: 79)

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Walillaahilhamd ….

Hadirin wal hadirat Rahimakumullah!

Apakah setelah Ramadhan usai dan kita pun merayakan perhelatan idul fitri ini, kita akan kembali lagi menjadi manusia-manusia culas yang menjauhi fitrahnya? Apakah kita akan melakukan kemunafikan sosial setelah berakhirnya bulan penuh berkah ini?

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang berani menilap uang rakyat tak berdosa!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang melanggengkan permusuhan pada sesama!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang enggan mengasihi anak yatim tak beribu tak berbapak!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang enggan memberi makan si miskin nan papa!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang membiarkan lidah menebar fitnah dan namimah!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun ada di antara kita yang masih mengemis puji makhluk-Nya!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang membiarkan tangan menggores noda dan dosa!

Kita ucapkan Allahu Akbar, namun masih ada di antara kita yang berebut kursi dunia dengan segala cara!

Kita biarkan berhala-berhala kehidupan menjamur dalam napas kehidupan kita. Kita terlalu mudah retak oleh gesekan mazhab, partai politik, organisasi masa, dan bahkan kulit ari primordialisme yang semu. Sampai kapan kita tak beranjak dari kultur masyarakat jahiliah yang menuhankan selain Allah? Sampai kapan kita memperlakukan dinul qayyim (Islam) ini menjadi pemanis bibir belaka?

Saudara-saudariku, kita harus berubah!!! Minimal kita mulai perubahan itu dari diri kita sendiri “ibda` binafsik”. Agar Allah menjaga diri kita dari sifat-sifat madzmumah, marilah kita sama-sama minta ampunan kepada-Nya. Kejarlah ampunan itu, raihlah maghfirah itu, gerakkan semua anggota tubuh dan jiwa untuk mengemis tetes ridha-Nya dalam setiap jengkal langkah hidup kita:

 وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

(Ali Imran: 133)

 Allahu Akbar … Allahu Akbar

Ikhwan wal akhawat fillah rahimakumullah ….

Idul fitri sebagai momen penting bagi kita untuk merajut kembali lembar silaturahim yang telah terkoyak. Ulurkan tangan untuk meminta maaf kepada sesama dan bukalah pintu kerelaan untuk memaafkan sesama. Kita dipadukan oleh Allah pada hari ini untuk melebur dosa antarsesama. Jangan biarkan diri kita terperosok ke dalam azab-Nya karena tak lagi mau membangun kebersamaan dengan cara berpegang teguh pada tali keimanan yang kokoh. Dalam hal ini Alah Swt berfirman:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

           “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan. Maka ketika Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran: 103)

Hadirin …..

Marilah kita tingkatkan Keshalehan Sosial sebagai upaya perwujudan dari nilai-nilai Ketakwaan.

 Shaum mengajarkan kita agar memiliki empati/kepekaan yang tinggi. Merasakan lapar dan dahaga, melatih dan mengantarkan kita untuk menjadi pribadi yang lembut dan peka terhadap lingkungan.

Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua. Semoga Allah mengaruniakan maghfirah-Nya atas semua dosa dan salah kita. Semoga kita dipertemukan kembali dengan bulan penuh kemuliaan dan idul fitri yang penuh kebahagiaan.

Taqabbalallaahu minnaa wa minkum wataqabbalallaahu ya kariim. Waja`alnaa wa iyyaakum minal `aaidiin wal faa-iziin wal maqbuuliin. Kulla `aam wa antum bikhayr.

Akhirnya, marilah kita mengikrarkan permohonan maaf kita kepada diri sendiri, sebelum kemudian sungkem dan meminta maaf kepada orangtua, para guru, dan handai tolan.

Selamat idul fitri wahai mata, maafkanlah kami, selama ini kau hanya kami gunakan melihat gemerlapnya dunia.

 Selamat idul fitri wahai telinga, maafkanlah kami, selama ini kau hanya kami sumpali rongsokan kata-kata.

Selamat idul fitri wahai mulut, maafkanlah kami, selama ini kau hanya kami jejali dan kami buat memuntahkan onggokan-onggokan kotoran.

Selamat idul fitri wahai tangan, maafkanlah kami, selama ini kau hanya kami gunakan mencakar-cakar kawan dan berebut kepentingan-kepentingan / remah-remah murahan.

Selamat idul fitri wahai kaki, maafkanlah kami, selama ini kau hanya kami ajak menendang kanan-kiri dan berjalan di lorong kegelapan.

Selamat idul fitri  wahai akal budi, maafkanlah kami, selama ini kami biarkan kau terpenjara sendiri.

 Selamat idul fitri wahai diri, marilah menjadi manusia kembali … manusia fitri … manusia suci yang diridhai Ilahi.

Doa utama:

Allaahumma shalli `ala Muhammadiw wa `ala alihi washahbihi ajma`iin.

 Duhai Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, limpahkanlah kasih sayang-Mu kepada kami ya Rabb Duhai Allah yang Maha Pemurah dan Maha Kasih, curahkan kemurahan dan kasih-Mu kepada kami Ya Rabb.

Duhai Allah yang Maha Suci dan Maha Mulia limpahkanlah kesucian hati dan kemuliaan sikap kepada kami. Duhai Allah yang Maha Pengampun dan Maha Pemaaf, anugerahkan ampunan dan maaf-Mu kepada kami.

Ya Rabb … kami sadar betapa besar nikmat yang Engkau berikan kepada kami, tetapi kami masih sering mungkir untuk mensyukurinya. Betapa banyak karunia yang Engkau berikan kepada kami, sementara kami masih sering bermalas-malasan beribadah kepada-Mu …

Ya Rabb … ampuni kesalahan kami, bila selama ini lisan kami jarang memanggil dan menyebut nama-Mu … mata kami masih senang melihat kemaksiatan dari pada melihat ayat-ayat-Mu … telinga kami lebih senang mendengar musik hingar-bingar dari pada menjawab azan dan mendengar lantunan ayat-ayat Al-Quran.  Maafkan kami ya Rabb … bila kaki dan tangan kami masih sering digunakan untuk menyakiti orang lain dari pada membantu dan menjaga mereka.

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Ya Rabb … Engkau Maha Pengampun, ampuni kesalahan kami, ampuni kesalahan orang tua kami, ampuni kesalahan guru-guru kami.

Ya Rabb … bila kami sebagai orang tua belum menjadi teladan bagi anak-anak kami, dengan mengharap ridha-Mu, jadikan kami orang tua teladan, orang tua yang dihormati anak-cucu, orangtua yang pantas menjadi panutan, orang tua berhati mulia.

Rabb … bila kami sebagai anak, belum mampu memberikan yang terbaik bagi orang tua kami, dengan mengharap ridha-Mu, jadikan kami anak yang saleh-salehah, anak yang sayang kepada orangtua, anak yang hormat dan santun kepada ibu-bapak, … bila selama ini kami masih sering membantah perintah orang tua kami, maafkan kami ya Rabb … bila selama ini kami masih sering menyakiti kedua orang tua kami, maafkan kami duhai Rabb yang Maha Pemurah.

Terimalah ibadah kami, shalat kami, shaum kami, sujud kami, ruku kami, ya Arhamar Raahimiin.